Cegah Munculnya Perkara Pengangkatan Anak dan Nyentana

Pengacara Dr I Wayan Bagiarta SH MH dikukuhkan menyandang gelar doktor di acara wisuda IHDN Denpasar, Selasa (14/5). Bagiarta adalah pengacara pertama di Karangasem menyandang gelar doktor. Gelar itu diraih melalui disertasi ‘Konsekuensi Yuridis Pengangkatan dan Pengukuhan Sentana Terhadap Keluarga dan Masyarakat di Desa Pererenan, Kecamatan Mengwi, Badung.

Harapannya, setelah sang anak diangkat melalui upacara prayascita dan disaksikan krama setempat, atau upacara nyentana dilakukan, pihak laki sebagai predana itu sah secara adat dan agama. Sehingga tidak lagi perlu diperkarakan di kemudian hari. Bagiartha mengungkapkan hal itu berdasarkan beberapa kasus terkait yang ditanganinya selama ini.

Bagiarta mengambil program S3 di IHDN Denpasar bertujuan memberikan solusi terhadap masalah hukum yang dihadapi masyarakat. Selama beracara banyak menangani kasus anak angkat atau sentana peperasan, nyentana kawin nyeburin atau pihak laki selaku predana, dan sentana kawin pada gelahang.

Sentana anak atau peperasan misalnya, diawali prosesi prayascita dan disiarkan dalam sangkepan banjar. Hal itu sah secara adat dan agama. Sebagai contoh kasus ditangani menjadi yurisprudensi MA RI Nomor 445 K/PDT/2002, 24 Febrauri 2005, mengenai anak angkat yang digugat keluarga sampingannya, dinilai tidak berhak sebagai pewaris. Itulah sebabnya ia mengangkat disertasi ‘Konsekuensi Yuridis Pengangkatan dan Pengukuhan Sentana Terhadap Keluarga dan Masyarakat’.

“Mengenai pengangkatan anak atau peperasan, kawin nyeburin atau nyentana, dan kawin pada gelahang, setelah melalui upacara adat dan disaksikan krama banjar, itu sah secara hukum. Sehingga tidak perlu lagi diperkarakan di pengadilan,” jelasnya  saat ditemui di kediamannya, Jalan Ahmad Yani Amlapura, Rabu (15/5). Sebab, belakangan ini banyak pihak keluarga yang mempermasalahkan, tidak mengakui sebagai anak angkat, tidak mengakui perkawinan nyeburin. Maka hakim yang menerima berkas perkara itu wajib menggali ketentuan hukum yang hidup di masyarakat, karena hal itu tidak diatur undang-undang.

“Pihak keluarga mempelai itulah yang paling berhak mengesahkan, sah tidaknya perkawinan nyeburin itu. Begitu juga sah tidaknya seorang anak diangkat jadi anak. Pihak lain, tidak berhak yang memperkarakan,” katanya. Bagiarta mengangkat masalah itu ke dalam disertasi agar perkara menyangkut hak waris di internal keluarga bisa diminimalkan masuk pengadilan, gara-gara mengangkat anak. “Kebetulan perkara yang kami pegang, sesuai ketentuan adat dan agama yang berlaku, sehingga saat meyakinkan hakim di pengadilan, dan argumen itu diterima,” katanya.

Bagiarta menjalani ujian terbuka, Selasa (2/4) di Ruang Ujian pasca sarjana IHDN Denpasar Jalan Kenyeri 57 Denpasar, di hadapan 9 dosen penguji. Masing-masing Prof Dr Drs I Gusti Ngurah Sudiana MSi, Dr Drs I Nyoman Ananda MAg, Prof Dr Dra Relin DE MAg, Dr Drs I Nengah Lestawi MSi, Dr Drs Ketut Sumadi MPar, Dr Drs I Putu Sudarma MHum, Dr Drs I Wayan Wastawa MA, Dr I Nyoman Yoga Segara SAg MHum, dan Prof Dr dr I Nyoman Adi Putra MOH PFK. *k16.

Sumber : Nusa Bali, 16 May 2019